REVIEW 7
DAMPAK KEBIJAKAN TATANIAGA PUPUK TERHADAP PERAN
KOPERASI UNIT
DESA SEBAGAI DISTRIBUTOR PUPUK
OLEH : NYAK ILHAM *)
Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
Badan
Penelitian dan Perkembangan Pertanian, Bogor
ABSTRACT
Fertilizers
marketing policy that have been decided by the government on December 1998 is
aimed at creating opportunity for suppliers or importers to supply and
distribute fertilizes for the farmers.The problem is that the Cooperation of
village unit Cooperation (KUDs) as distributors at Lini-IV will compete with
supplier or importer who has more capital and good management.The aim of this
paper is to asses the impact of zero subsidies and free market policy of
fertilizers distribution system and the performace of cooperation of village
unit cooperation (KUDs). This resarch has been carried out by center for
Agro-socio Economic Research (CASER),by taking Karawang and Subang (West
Java)as cases.The primary data were collected from PT.Pusri,SP.Bimas of department
of Agriculture,fertilizer Retailers and cooperation of village unit cooperation
(KUDs).The secondary data were collected form PT.Pusri.The finding of the
Research shows that after the implementation of the policy,fertilizer
distribution system becomes shorter (simpler)and fertilizers are destributed
through many channels,so that farmers can buy fertilizers easily and at
relatively low prices. Because of capital constraint,KUDs can’t compete with
non cooperation of village unit cooperation (non-KUDs)distributors.Consequently,the
sale of KUDs fertilizers had decreased,and this condition will distrub the
survival of cooperation of village unit cooperation(KUDs) as a distribution. In
the long run,goverment must be aware of possibility that non cooperation of
village unit cooperation (non-KUDs)distributors from a cartel and have strong
power in fertilizer marketing. To stabilize the contribution of cooperation of
village unit cooperation (KUDs) as public institution in fertilizer
distribution activity,goverment needs to empower cooperation of village unit
cooperation (KUDs) through increasing working capital and coordinating
fertilizer distribution mechanism through center of village unit cooperation
(PUSKUDs).
Keywords : Fertilizer
makerting policy,cooperation of village unit,Distributor of Fertilizer.
PENDAHULUAN
Sejak tanggal 1 Desember 1998, pemerintah
menetapkan kebijakan penghapusan
subsidi
pupuk. Untuk mengkompensasi kenaikan harga pupuk akibat kebijakan tersebut,
pemerintah
menetapkan kebijakan menaikkan harga dasar gabah kering giling dari Rp 1.000,-
menjadi Rp 1.400-Rp 1.500 per kilogram;
menurunkan tingkat bunga kredit KUT dari 14 persen menjadi 10,5 persen per
tahun; dan menaikkan plafon kredit KUT dari Rp 1,496,- juta menjadi Rp 2 juta.
Kebijakan penting lainnya yang merupakan topik bahasan dalam tulisan ini adalah
kebijakan pemerintah melepaskan distribusi pupuk sesuai mekanismepasar.
Seperti diketahui bahwa selama ini distribusi
pupuk di Indonesia merupakan monopoli PT.Pusri yang tergabung dalam satu holding
company di mana Koperasi Unit Desa (KUD) terlibat dalam kegiatan distribusi
pada Lini-IV.
Dengan kebijakan distribusi pupuk yang baru
tersebut, setiap pelaku pasar bebas
melakukan
kegiatan impor dan distribusi pupuk hingga sampai ke petani. Permasalahannya
adalah
KUD selama ini merupakan lembaga yang terlibat dalam sistem distribusi pada
Lini-
IV
akan menghadapi pesaing dari pelaku pasar lainnya dengan kemampuan modal dan
manajemen
yang relatif lebih baik dan berpengalaman. Di sisi lain, pemerintah telah
menetapkan
keberpihakannya terhadap KUD sebagai lembaga ekonomi yang diharapkan
mampu
mendorong pergerakan ekonomi rakyat, termasuk dalam kegiatan pengadaan sarana produksi
pertanian di pedesaan. Jika seandainya KUD tidak mampu bersaing, apakah hal tersebut
akan dibiarkan saja oleh pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah ?
Jika
tidak,upaya-upaya apa saja yang perlu diambil jika seandainya ada dampak
negatif dari kebijakandi atas terhadap kinerja usaha KUD, khususnya dalam
menjalankan fungsinya sebagai distributor pupuk dalam menopang pengadaan pangan
selama ini.
Tulisan
ini bertujuan untuk mengkaji dampak kebijakan penghapusan subsidi dan
penglepasan
mekanisme tataniaga pupuk pada mekanisme pasar terhadap sistem distribusi
pupuk
dan kinerja KUD sebagai distributor pupuk pada Lini-IV. Selanjutnya upaya-upaya
apa
yang dapat dilakukan agar KUD mampu bersaing dengan pelaku pasar lain (Non-KUD)
dalam
kegiatan distribusi pupuk di masa pasca kebijakan tersebut.
METODOLOGI
PENELITIAN
Kerangka
Pemikiran
Pupuk
merupakan salah satu sarana produksi pertanian utama untuk menghasilkan
pangan
utama di Indonesia, yaitu beras (gabah). Untuk dapat mengendalikan produksi
gabah,pemerintah melakukan pengendalian terhadap kegiatan pengadaan dan
distribusi saranaproduksi pupuk.
Oleh
karena itu selain pengadaannya dilakukan melalui subsidi, distribusi
pupuk
dikendalikan melalui satu tangan yaitu melalui monopoli PT. Pusri. Dengan
demikian
diharapkan
kemungkinan terjadinya gejolak harga dan kelangkaan pupuk dapat diantisipasi,
sehingga
pengadaan pangan nasional dapat dikendalikan.Kebijakan subsidi terhadap biaya
produksi merupakan upaya untuk meningkatkan produksi dan konsumsi masyarakat
(Caves dan Jones, 1981), namun kebijakan ini masih tidakefisien jika
dibandingkan dengan kondisi pasar bebas (free trade), karena terjadi
distorsi alokasi sumberdaya yang digunakan. Kebijakan monopoli juga tidak
efisien jika dibandingkan dengan kondisi pasar bebas. Hal ini disebakan adanya artificial
scarcity yang membuat seolah-olah produk yang dihasilkan menjadi langka,
akibatnya harga produk pada pasar monopoli lebih tinggi dari harga pada pasar
bebas (Handerson dan Quandt, 1980).
Tekanan
lingkungan ekonomi internasional yang mengglobal dan upaya untuk
meningkatkan
efisiensi, mendorong pemerintah untuk menderegulasi kebijakan subsidi dan
monopoli
pengadaan dan distribusi pupuk ke arah mekanisme pasar. Menurut
Tjiptoherijanto
(1997), sistem ekonomi yang tertumpu pada mekanisme pasar yang terkendali merupakan
upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan dan kebijakan yang dilakukan secara konsisten.
Penetapan
kebijakan deregulasi subsidi dan monopoli distribusi pupuk dan
melepaskannya
pada mekanisme pasar, diduga akan memberatkan KUD yang selama ini
merupakan
pelaku ekonomi yang terlibat dalam kegiatan distribusi pupuk. Jika dampak
kebijakan
ini tidak diperhatikan, maka ada ketidak-konsistenan kebijakan, karena selama
ini
KUD
merupakan lembaga ekonomi pedesaan yang diharapkan mampu menggerakkan
ekonomi
rakyat. Namun karakteristik lembaga ekonomi pedesaan ini antara lain adalah
produktivitasnya
rendah, modal kecil, menggunakan cara manajemen tradisional, oleh karena itu
sulit bagi KUD untuk melakukan persaingan dalam arena ekonomi pasar bebas yang bersaing
saat ini (Tjiptoherijanto, 1997).
Agar
kebijakan tersebut tidak berdampak negatif pada KUD dan konsisten dengan
kebijakan
sebelumnya, yaitu memberdayakan ekonomi rakyat melalui koperasi, maka
diperlukan
kebijakan berikutnya yang berkaitan dengan fungsi KUD mendistribusikan pupuk
kepada
petani di wilayah kerjanya. Kebijakan tersebut hendaknya mampu memberdayakan
KUD untuk
dapat bersaing dengan pelaku pasar lainnya dalam kegiatan distribusi pupuk.
Dengan
demikian tidak terjadi ketidak-konsistenan kebijakan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. Karena pemerintah juga mempunyai fungsi untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan
yang diakibatkan oleh mekanisme pasar yang telah menyebabkan
ketidakadilan
dalam pembagian pendapatan (Komaruddin, 1993).
Anonimous
(1999) menyatakan, bahwa setelah kebijakan harga dan tataniaga
diberlakukan,
dalam jangka panjang pemerintah perlu lebih mewaspadai kemungkinan
terjadinya
kartel yang dibentuk oleh penyalur-penyalur pupuk swasta. Ada anggapan, jika
swasta
diberikan kesempatan lebih luas, maka jangkauannya dalam memobilisasi
sumberdaya ekonomi relatif lebih handal, sehingga pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan diharapkan jauh lebih meningkat. Namun banyak kasus,
perusahaan-perusahaan swasta banyak yang tidak melaksanakan ketentuan upah
minimum dan ada kecenderungan membentuk konglomerasi atau kartel (Fatich,
1997).
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor,
dengan
mengambil kasus pada dua daerah sentra produksi gabah di Propinsi Jawa Barat,
yaitu Kabupaten Subang dan Kabupaten Karawang. Untuk menganalisis dampak
kebijakan yangtelah ditetapkan, maka penelitian ini dilakukan enam bulan
setelah penetapan kebijakan dilakukan, yaitu pada minggu ketiga bulan Juni
1999. Pada saat tersebut diharapkan sistem distribusi pupuk sudah berjalan
sesuai dengan mekanisme pasar.
Pengumpulan
dan Analisis Data
Jenis
data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan semi struktur dari
berbagai
sumber, yaitu : Unsur PT. Pusri lingkup pusat, propinsi dan kabupaten; Unsur
SP.
Bimas
Departemen Pertanian lingkup pusat, propinsi, dan kabupaten; Kios/Pengecer
Pupuk;
dan unsur
KUD. KUD contoh yang diwawancarai adalah KUD Mekar Tanjung dan KUD
Sumber
Makmur di Kabupaten Subang; KUD Setia dan KUD Sri Mulya di Kabupaten
Karawang.
data sekunder yang digunakan berasal dari PT. Pusri di tingkat propinsi dan
kabupaten.
Data
dan informasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
teknik
tabulasi silang dan bagan. Untuk menganalisis daya saing KUD dengan pelaku
pasar
Non-KUD
dilakukan analisis harga.
Sumber : ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/download/3994/2984
Nama
: Fitri Wijayanti
NMP/Kelas
: 22211927/2EB09
Tahun : 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar