REVIEW 9
DAMPAK KEBIJAKAN TATANIAGA PUPUK TERHADAP PERAN
KOPERASI UNIT
DESA SEBAGAI DISTRIBUTOR PUPUK
OLEH : NYAK ILHAM *)
Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
Badan
Penelitian dan Perkembangan Pertanian, Bogor
DAMPAK
KEBIJAKAN TERHADAP KOPERASI UNIT DESA
Dampak
terhadap Harga di Koperasi Unit Desa
Sebelum
kebijakan harga dan tataniaga pupuk ditetapkan, PT. Pusri beserta holding
company
menetapkan harga pupuk sama untuk setiap
daerah. Hal ini dapat dilakukan karena
pengadaan
dan distribusi berada di bawah kontrol PT. Pusri. Dengan demikian semua biaya
untuk
mencukupi kebutuhnan tiap-tiap daerah dapat diidentifikasi dan diperhitungkan.
Atas
dasar
perhitungan tersebut ditetapkan harga yang seragam secara nasional.
Setelah
kebijakan tersebut ditetapkan, dengan sistem pasar bebas dan pelaku pasar
yang terlibat
cenderung bertambah, maka berlaku hukum penawaran dan permintaan dalam
pembentukan
harga. Fakta yang terjadi menunjukkan harga pupuk cenderung bersaing dan
berada di
bawah harga pupuk plafond KUT yang ditetapkan pemerintah. Secara umum,
formulasi yang
digunakan dalam menentukan harga pupuk adalah sebagai berikut :
Harga
Pupuk = Harga Beli + Biaya + Margin + PPN (10 %), dengan
rincian
sebagai
berikut :
1. Harga
di Lini-II = Harga Beli + Biaya Distribusi Lini-I s.d. Lini-II + Margin + PPN
(10%).
2. Harga
di Lini-III= Harga Beli + Biaya Distribusi Lini-I s.d. Lini-III + Margin + PPN
(10 %).
Perlakuan
harga untuk setiap pembeli relatif sama. Secara umum harga yang
ditetapkan
tidak melampaui harga pupuk yang ada pada plafond KUT. Untuk penjualan
pupuk
dalam volume yang relatif besar dimungkinkan untuk dilakukan negosiasi harga.
Rincian
harga beli (penebusan) pada Lini-II/III berdasarkan volume pembelian dapat
dilihat
pada Tabel
1 berikut.
Dengan
penetapan harga yang demikian, pelaku pasar yang memiliki modal besar
akan mampu
membeli dengan harga yang relatif lebih murah. Tidak demikian halnya dengan
KUD,
karena pada umumnya KUD memiliki modal yang relatif terbatas. Oleh karena itu
tanpa
upaya dan perhatian pemerintah terhadap permasalahan yang dihadapi KUD, maka
KUD akan
membeli dan menjual pupuk dengan harga yang relatif lebih mahal dibandingkan
pelaku
pasar lain. Akibatnya banyak kios-kios penyalur dan pengecer beralih membeli
pupuk
dari KUD
ke distributor Non KUD. Bahkan ada kasus petani peserta KUT pola khusus yang
memperoleh
kredit dalam bentuk uang tunai membeli pupuk di luar KUD dengan harga yang
relatif
lebih murah (Rp 1 003,-/Kg) dari harga KUT (Rp 1 115,-/Kg).
Dengan
harga jual yang ditetapkan PT. Pusri dan adanya jalur penjualan melalui Non
Pusri,
harga di pasar dapat berubah setiap saat. Perubahan harga tersebut sangat
dipengaruhi oleh jumlah barang yang ditawarkan di suatu tempat. Jaringan
pemasaran yang luas dan berpengalaman disertai modal usaha yang cukup
menyebabkan KUD kalah bersaing dengan distributor Non KUD.
Pada
tingkat harga beli KUD dari PT. Pusri Rp 985,- sampai Rp 1 000,- per kilogram
di
Lini-III, KUD menjual ke kios dengan harga Rp 1 005,- per kilogram, selanjutnya
kios
pengecer
menjual ke petani dengan harga Rp 1030,- per kilogram, untuk pupuk Urea.
Sementara
itu distributor Non KUD membeli pada PT. Pusri di Lini-II dengan harga Rp 960
per
kilogram, dapat menjual dengan harga lebih murah, atau seandainya pun sama,
pihak
swasta
mampu memberikan kemudahan-kemudahan kepada pelanggannya. Kemudahankemudahan yang
diberikan dapat merupakan: cara pembayaran yang dapat diangsur 2–3
kali,sementara KUD harus membayar tunai ke PT. Pusri; pada waktu tertentu
memberikanlayanan hiburan atau wisata kepada pelanggan, hal ini belum pernah dilakukan
oleh KUD sebelumnya.
Beban
yang dihadapi KUD selain dalam hal pembelian adalah dalam penjualan. KUD
harus
menanggung beban bunga akibat adanya kios yang membayar ke KUD 2–3 kali dengan
tanpa
menanggung beban bunga pinjaman; biaya penyimpanan termasuk bongkar muat akibat
pesanan kios yang relatif kecil dengan jenis yang beragam, sehingga pupuk yang
dipesan KUD dari PT. Pusri harus disimpan sementara di gudang KUD; biaya
distribusi dari KUD ke kios-kios yang terpencar dan dalam jumlah pesanan yang relatif
kecil.
Harga jual
KUD yang relatif mahal dan tidak adanya fasilitas khusus yang diberikan
KUD kepada
pembeli, menyebabkan banyak pengecer membeli pupuk pada distributor Non
KUD.
Akibatnya daya serap pupuk KUD pasca kebijakan lebih rendah dibanding
sebelumnya.
Pada saat studi ini dilakukan, sebagian besar pupuk yang disalurkan melalui
KUD hanya
merupakan pupuk untuk memenuhi kebutuhan paket KUT Pola Umum. Di mana
kebutuhan
pupuk masih dipenuhi dalam bentuk natura.
Untuk
dapat bersaing dengan pelaku pasar lain dalam sistem pasar bebas, sebagian
KUD
melakukan upaya-upaya sebagai berkut:
(a)
Memperbesar modal dengan cara mengajukan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB)
kepada
PT. Pusri
Lini-III sebanyak kebutuhan di wilayah kerjanya.
(b)
Berdasarkan SPJB tersebut, KUD mengajukan kredit modal kerja untuk pengadaan
pupuk.Setelah kredit cair, KUD hanya menebus 50 persen dari volume SPJB yang
merupakan
syarat
batas minimal penebusan untuk tetap menjadi KUD Penyalur PT. Pusri.
(c) Sisa
dana yang ada diantara beberapa KUD tersebut digabung untuk dapat membeli
pupukdalam volume lebih besar. Dengan demikian gabungan KUD ini mampu membeli
pupukdengan harga yang lebih murah.
Dari
upaya yang dilakukan KUD membuktikan bahwa KUD membutuhkan tambahan
modal
kerja untuk dapat bersaing dengan penyalur Non KUD dalam melakukan aktivitas
perdagangan
pupuk. Upaya tersebut dapat dilakukan tidak lagi dengan menggunakan
mekanisme
penebusan seperti sebelum kebijakan yang hingga kini masih dilaksanakan dalam memperoleh
kredit modal kerja KUD. Koordinasi kebutuhan pupuk antar KUD yang mempunyai
wilayah kerja yang berdampingan atau penggabungan pesanan kebutuhan pupuk
melalui PUSKUD, merupakan langkah untuk meningkatkan volume pembelian. Dengan
demikian KUD dapat membeli dengan harga yang lebih murah, sama halnya seperti
yang dilakukan penyalur Non KUD pasca kebijakan harga dan tataniaga pupuk.
Dampak
terhadap Omset Penjualan Koperasi Unit Desa
Seperti
diutarakan sebelumnya, PT. Pusri mengalokasikan penyaluran pupuk untuk
subsektor
tanaman pangan melalui KUD sebanyak 80 persen, namun demikian adanya pasar
bebas
dengan harga yang bersaing menyebabkan KUD cenderung kalah bersaing dengan
distributor
Non KUD. Akibatnya pembelian KUD ke PT. Pusri mengalami penurunan. Tabel
2
menunjukkan kemampuan pembelian KUD dari target yang direncanakan dalam Surat
Perjanjian
Jual Beli yang telah disepakati dengan pihak PT. Pusri.
Secara
agregat Tabel 2 menunjukkan bahwa, KUD yang ada di kabupaten contoh tidak
mampu
mencapai target pembelian sesuai SPJB yang disepakati. Bahkan untuk Kabupaten
Karawang
hanya mencapai 46 persen. Untuk Kabupaten Subang mampu mencapai 72 persen, namun
menurut informasi dari PT. Pusri KPK Subang, sejak Musim Tanam 1999/2000 (April
s.d Juni 1999) semua KUD yang ada di Kabupaten Subang, daya serap pembelian
pupuknya kurang dari 50 persen dari SPJB.
Rendahnya
realisasi tersebut dapat disebabkan oleh empat faktor.
Pertama, distributor Non Pusri dan Non
KUD telah aktif masuk ke pasar. Gambaran ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2. Data pada lampiran tersebut menunjukkan adanya peran distributor
Non Pusri dan Non KUD menyebabkan tidak semua kebutuhan pupuk dipenuhi oleh PT.
Pusri. Untuk Kabupaten Subang, kebutuhan pupuk jenis Urea, SP-36, dan KCl yang dipenuhi
PT. Pusri masing-masing hanya 77 persen,43 persen, dan 86 persen. Hanya pupuk ZA
yang seluruhnya dipenuhi oleh PT. Pusri. Sementara itu di Kabupaten Karawang, kebutuhan
pupuk Urea dapat dipenuhi oleh PT. Pusri, sedangkan untuk jenis SP-36, ZA, dan KCl
hanya 46 persen, 92 persen, dan 28 persen yang dipenuhi oleh PT. Pusri. Khusus
untuk KUD, jatah yang dialokasikan sebanyak 80 persen, untuk dua lokasi dan
untuk semua jenis pupuk, tidak dapat dipenuhi oleh KUD.
Kedua,
terbatasnya kemampuan produksi pabrik di dalam negeri dipenuhi oleh
pengadaan
pupuk impor, khususnya untuk jenis pupuk TSP dan KCl.
Ketiga, relatif tingginya harga pupuk
menyebabkan petani mengurangi penggunaan pupuk atau mencari pupuk alternatif
sebagai pengganti pupuk standar. Faktor ini pada umumnya yang menyebabkan turunnya
penggunaan pupuk jenis SP-36 dan KCl oleh petani.
Keempat,
faktor musim juga mempengaruhi jumlah penggunaan pupuk, namun pada saat studi
tidak merupakan faktor yang mempengaruhi.
Bagi
PT. Pusri rendahnya daya serap KUD dari rencana yang dibutuhkan merupakan
hal yang
merugikan, karena menurunkan omset penjualannya. Menghadapi masalah ini,
sebagai
lembaga bisnis, untuk Musim Tanam 1999/2000 PT. Pusri akan memberikan penalti
untuk
mengeluarkan KUD sebagai Penyalur, jika ada KUD yang tidak mampu menyerap
minimal 50
persen dari SPJB yang telah disepakati. Namun untuk tahap pertama, pihak PT.
Pusri baru
memberikan surat peringatan. Sejalan dengan itu, untuk menghindari kerugian,
PT. Pusri
mengambil kebijakan untuk menyalurkan pupuk melalui penyalur Non KUD.
Dari
informasi dan data yang ada menunjukkan bahwa omset penyaluran pupuk KUD
mengalami
penurunan. Hal ini berarti merupakan kerugian dan akan menggangu
kelangsungan
usaha KUD dalam menyalurkan pupuk. Selain itu, akibat omset yang rendah,
KUD juga
harus siap menghadapi tekanan dari PT. Pusri yang tidak ingin menanggung beban
akibat
kebijakan pasar bebas yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, agar
kebijakan
tataniaga
pupuk konsisten dengan kebijakan sebelumnya dan tidak merugikan diantara pelaku
ekonomi, dalam hal ini produsen, penyalur dan konsumen pupuk, maka diperlukan
upayaupaya untuk menanggulangi masalah yang dihadapi KUD paska kebijakan
tataniaga pupuk.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Kebijakan
sistem tataniaga pupuk telah menciptakan iklim yang kondusif untuk
berkembangnya
distributor swasta (Non Pusri dan Non KUD) yang bersaing secara positif.
Dampaknya
dapat memperpendek dan memperbanyak jalur distribusi pupuk Dengan
demikian
pengadaan pupuk oleh petani dapat dilakukan dari berbagai sumber dan relatif
selalu
tersedia dengan harga yang cenderung lebih murah. Namun demikian, dalam jangka
panjang
untuk menjaga stabilitas ketersediaan dan harga pupuk ditingkat petani,
pemerintah perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya kartel yang dibentuk oleh
penyalur-penyalur swasta yang suatu saat dapat menguasai pasar. Jika ini
terjadi akan sulit bagi pemerintah untuk menstabilkannya dalam waktu singkat.
Masuknya
swasta bermodal dan berpengalaman dalam kegiatan distribusi pupuk
sebagai pesaing
KUD, menyebabkan turunnya omset penjualan pupuk KUD. Karena dengan
sistem
penentuan harga pupuk saat ini, swasta mampu membeli dan menjual dengan harga
lebih
murah dari KUD. Pengalaman swasta dalam pemasaran, mampu mengisi sebagian
besar lini
distribusi pupuk, sehingga menggeser peran yang dilakukan KUD sebelumnya. Jika
tidak ada
upaya-upaya tertentu, maka kelangsungan usaha KUD dalam menyalurkan pupuk
akan
terganggu.
Saran
Untuk
mempertahankan peran KUD sebagai lembaga ekonomi rakyat yang bergerak
dalam
usaha distribusi pupuk, pemerintah perlu memberdayakan KUD antara lain dengan
cara meningkatkan modal kerja dan menciptakan strategi agar pembelian pupuk KUD
dapat
dilakukan
secara kolektif untuk meningkatkan volume pembelian. Hal ini dapat dilakukan
melalui
koordinasi antara KUD dalam satu wilayah kerja tertentu atau melalui Pusat Koperasi
Unit Desa (PUSKUD).
DAFTAR
PUSTAKA
·
Anonimous. 1999. Pengadaan dan
Distribusi Pupuk Paska Kebijakan Desember 1998.
Laporan
Penelitian Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang
Departemen
Pertanian. Bogor. (Tidak dipublikasi).
·
_________. 1999. Laporan Penjualan
Pupuk MT. 1999 di Kabupaten Karawang. PT. Pusri KPK Karawang. (tidak
dipublikasi).
·
_________. 1999. Laporan Penjualan
Pupuk MT. 1999 di Kabupaten Subang. PT. Pusri KPK Subang. (tidak dipublikasi).
·
Caves, R. E. and R. W. Jones. 1981.
World Trade and Payments : An Introduction, Third Edition. Little, Brown, and
Company. Boston – Toronto.
·
Fatich, M. 1997. Liberalisasi Ekonomi,
Berkah ataukah Musibah (Mengkaji peran Hukum di Era Perdagangan Bebas). Jurnal
Ilmiah Buana, Edisi : XIII, Th. 1997: 3 – 8.
Universitas
Islam Malang.
·
Handerson, J. M. and R. E. Quandt.
1980. Microeconomic Theory : A Mathematical
Approach.
Third Edition. McGraw-Hill International Book Company. London.
·
Komaruddin. 1993. Pengantar Kebijakan
Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta.
·
Tjiptoherijanto, P. 1997. Prospek
Perekonomian Indonesia dalam Rangka Globalisasi.
Rineka
Cipta. Jakarta.
Sumber : ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/download/3994/2984
Nama
: Fitri Wijayanti
NMP/Kelas
: 22211927/2EB09
Tahun : 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar