Laman

Sabtu, 29 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 4 (bag. 2)



REVIEW 8
DAMPAK KEBIJAKAN TATANIAGA PUPUK TERHADAP PERAN
 KOPERASI UNIT DESA SEBAGAI DISTRIBUTOR PUPUK


OLEH : NYAK ILHAM *)
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian, Bogor

SISTEM DISTRIBUSI PUPUK
Sebelum Kebijakan Harga dan Tataniaga

Sebelum dikeluarkan kebijakan pasar bebas tataniaga pupuk pada tanggal 1 Desember 1998, berpedoman pada Surat Keputusan Menperindag No. 378/1998, tanggal 6 Agustus 1998, PT. Pusri bertindak sebagai penanggung jawab pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi. Artinya monopoli pengadaan dan distribusi pupuk sampai ke Lini-III berada pada PT. Pusri. Penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini-III ke Lini-IV dilaksanakan oleh
Koperasi/KUD Penyalur yang ditunjuk oleh PT. Pusri. Selanjutnya penyaluran dari Lini-IV
ke petani dilaksanakan oleh pengecer yang ditunjuk oleh Koperasi/KUD Penyalur setelah
mendapat persetujuan PT. Pusri. Dalam hal penyaluran pupuk oleh Koperasi/KUD Penyalur
dan Pengecer tidak lancar, maka PT. Pusri akan menyalurkan sampai ke Lini-IV. Rincian
sistem distribusi pupuk sebelum kebijakan pasar bebas dapat dilihat pada Gambar 1.



Dengan sistem distribusi yang lama, posisi KUD sebagai distributor pupuk cukup
kuat, karena hampir semua kios pengecer pupuk untuk tanaman pangan sangat tergantung
pada KUD. Berbagai kelemahan yang ada pada KUD harus mereka terima, karena kios tidak
mempunyai pilihan lain. Kelemahan KUD yang selama ini mereka terima antara lain :
masalah harga yang kurang menguntungkan pengecer dan ketersediaan pupuk yang sering
tidak tepat waktu. Dengan sistem baru, kelemahan tersebut diharapkan dapat diatasi.

Setelah Kebijakan Harga dan Tataniaga

Ada empat faktor yang mendorong pemerintah menetapkan kebijakan penghapusan
subsidi dan melepaskan tataniaga pupuk sesuai mekanisme pasar. Pertama, adanya
diskriminasi harga pupuk untuk kebutuhan petani pangan dan non-pangan, menyebabkan
terjadinya aliran pupuk antra dua kebutuhan tersebut. Kedua, disparitas harga pupuk di
dalam negeri dengan harga di luar negeri menyebabkan adanya perembesan pupuk ke luar
negeri. Ketiga, tingginya beban anggaran untuk subsidi pupuk yang makin membebani
pemerintah. Keempat, lingkungan perdagangan internasonal yang makin mengglobal.
Setelah adanya kebijakan pasar bebas, sistem distribusi pupuk tidak lagi menjadi
monopoli PT. Pusri. Setiap pelaku pasar boleh terlibat langsung dalam kegiatan impor dan
penyaluran pupuk. Namun demikian PT. Pusri tetap mengutamakan pelayanan kebutuhan
pupuk untuk Subsektor Tanaman Pangan melalui Koperasi/KUD Penyalur dengan alokasi
sekitar 80 persen dan sisa 20 persen diberikan kepada Penyalur Non Koperasi/KUD Penyalur. Khusus untuk daerah terpencil (remote area), PT. Pusri tetap melakukan kegiatan penyaluran. Jika ada biaya distribusi tambahan untuk daerah tersebut, PT. Pusri dapat mengajukan penggantian pada pemerintah. Dalam sisem distribusi baru, pihak swasta dapat membeli pupuk langsung ke Lini-II dan Lini-III. Bahkan pihak swasta dapat langsung membeli ke pihak pabrikan Non-PUSRI (Lini-I) atau mengimpor langsung dari eksportir/produsen di luar negeri. Hingga tahun 1998/1999, kegiatan impor yang dilakukan importir Non-PUSRI hanya sampai pada tingkat pelabuhan (supply point), sementara itu untuk distribusi selanjutnya hingga ke Lini-III masih ditangani PT. Pusri. Namun untuk tahun 1999/2000, pihak swasta merencanakan akan mendistribusikan hingga ke Lini-III.
Anggota holding company PT. Pusri dapat juga melakukan kegiatan distribusi, seperti
yang dilakukan PT. Pupuk Kujang Cikampek di Jawa Barat. Diduga harga jual dari produsen
Non Pusri lebih murah dari harga jual yang ditetapkan PT. Pusri. Kegiatan distibusi ini
langsung dilakukan oleh anak perusahaan PT. Pupuk Kujang Cikampek hingga ke kios-kios
besar yang letaknya sangat strategis di pusat sentra produksi gabah di Jawa Barat, yaitu
Karawang dan Sukamandi Subang. Menurut informasi yang diperoleh dari Manajer pupuk
KUD di Karawang dan Pemilik kios di Kecamatan Binong Subang, pihak distributor swasta
tersebut ada yang langsung menyalurkan ke kios kecil dan petani di desa. Rincian jalur
distribusi pupuk setelah kebijakan harga dan tataniaga, dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa jalur tataniaga yang selama ini melalui Lini-IV
dapat diperpendek melalui jalur distributor swasta. Saat ini PT. Pupuk Kujang Cikampek dan
PT. Petro Kimia Geresik memiliki distibutor sendiri yang mendistribusikan produksinya ke
penyalur-penyalur PT. Pusri sebelumnya. Dengan demikian margin tataniaga pupuk dari
produsen ke petani semakin kecil, sehingga petani cenderung akan membeli pupuk dengan
harga yang relatif lebih murah dari harga sebelumnya. Bagi Kopeasi/KUD Penyalur pupuk,
keadaan yang demikian jika tidak diikuti dengan strategi dan kebijakan lanjutan akan
merupakan ancaman bagi kelangsungan usaha yang selama ini melaksanakan fungsi distribusi pupuk untuk petani di wilayah kerjanya. Hal penting lain yang perlu mendapat perhatian adalah kredibilitas Koperasi/KUD Penyalur di mata petani dan kios pengecer menjadi turun.

Sumber : ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/download/3994/2984

Nama                           : Fitri Wijayanti
NMP/Kelas                 : 22211927/2EB09
Tahun                          : 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar